Setiap 29 Mei, Indonesia memperingati Hari Lanjut Usia
Nasional (HLUN) Tema yang diusung tahun ini adalah Lanjut Usia Peduli Membangun
Harmoni Tiga Generasi. Harapannya membangun kepedulian terhadap sesama lansia
yang berkekurangan, peduli kepada keluarga sehingga menjadi panutan bagi anak
cucu dan masyarakat. Jusuf Kalla (JK), mantan wakil presiden RI periode
2004-2009, memperingati ulang tahun ke-70 pada 15 Mei 2012. Meski lanjut usia
(elderly), tidak menjadi hambatan bagi JK untuk tetap beraktivitas tinggi dan
memiliki relasi pertemanan yang luas. Juga giat di ranah kemanusiaan lewat
Palang Merah Indonesia yang justru menuai lebih banyak popularitas dan simpati
(Suara Merdeka, 16/5). Predikat sebagai lansia potensial tentu tidak lepas dari
kesuksesan berwiraswasta yang digeluti puluhan tahun sebelum menginjak usia
lanjut. Secara keseluruhan, saat ini ada 58 persen lansia potensial dari total
lansia di Indonesia. Maestro keroncong Gesang Martohartono, pencipta sekaligus
pelantun tembang Bengawan Solo meninggal 20 Mei 2010. Gesang meninggal pada
usia 82 tahun akibat infeksi saluran napas. Hidup dalam masa lanjut usia yang
bersahaja, namun popularitas Gesang mendunia. Sementara lagu Bengawan Solo yang
diciptakan pada 1940-an semakin eksis pada era kampanye penyelamatan lingkungan
hidup, lantaran syair lagu tersebut kental kepedulian akan dinamika aliran
Bengawan Solo yang memberikan kehidupan bagi penduduk sekitarnya lewat
pengairan persawahan dan Waduk Gajah Mungkur. Salah satu pelayanan medis yang
menjadi fokus pada pos pelayanan terpadu lanjut usia (posyandu lansia) adalah
pemeriksaan tekanan darah. Rumusan empiris tekanan darah yang normal pada
lanjut usia adalah 100 ditambah umur kronologis, masih melekat erat. Dengan
demikian pada usia 100 tahun, tekanan darah normal 200 mmHg. Padahal tekanan
darah setinggi ini, amat berisiko untuk kejadian serangan stroke akut
pendarahan. Karena itu, rumusan tersebut tidak relevan lagi untuk masa kini.
Sebab kondisi fisik lansia pada tahun 1970-an tentu berbeda dengan kondisi pada
abad ke-21 ini.
Komunitas
Komunitas lansia dari sisi epidemiologi penyakit sesungguhnya rentan terlanda
beban ganda masalah kesehatan (double burden epidemiology). Satu sisi, penyakit
tidak menular, seperti hipertensi yang berujung pada kemunduran fungsi organ
menempati peringkat teratas sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas penyakit
kardiovaskular pada populasi lanjut usia. Sementara sisi lain, kerentanan
terhadap penyakit infeksi, terkhusus infeksi paru, masih menjadi problematika
pelik terkait penurunan sistem kekebalan tubuh individu lanjut usia terhadap
mikroorganisme patogen bakteri maupun virus. Hipertensi merupakan salah satu
penyakit yang dominan pada masa kehidupan di atas usia 55 tahun. Selepas usia
69 tahun, prevalensi hipertensi mencapai 60 persen pada populasi Asia Timur.
Hipertensi merupakan faktor risiko bermakna untuk penyakit jantung koroner,
gagal jantung, gagal ginjal dan stroke. Karena itu, jauh hari sebelum memasuki
masa lanjut usia, upaya hidup sehat, diantaranya tidak merokok, istirahat
cukup, olahraga teratur dan pola makan sehat, sebagai investasi yang akan
menuai penurunan drastis prevalensi hipertensi pada lansia. The Seventh Report
of the Joint National Committee (2003) sebagai acuan global untuk kriteria dan
penatalaksanaan hipertensi, disebutkan untuk individu berusia di atas 50 tahun
tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg sangat berisiko untuk terserang
penyakit kardiovaskular dibanding tekanan darah diastolik. Risiko terkena
penyakit kardiovaskular meningkat dua kali (double) setiap kenaikan 20/10 mmHg
tekanan darah dari tekanan darah normal 115/75 mmHg. Termasuk di antaranya
komunitas lanjut usia di atas 60 tahun, tekanan darah 140/90 mmHg merupakan ambang
batas untuk tergolong hipertensi.
Lansia Telantar
Menurut Papalia (2004), masa lansia merupakan masa perkembangan terakhir dalam
perjalanan hidup manusia di mana berhubungan dengan proses penuaan. Adapun
proses menua ini sendiri bersifat alamiah yang diikuti oleh penurunan progresif
kondisi fisik, psikologis dan interaksi sosial. Ketiga kondisi ini saling
terkait satu sama lain (Kuntjoro, 2002). Meski stigmatisasi negatif sering
dilekatkan pada eksistensi lanjut usia sebagai masa pensiun yang tidak menyenangkan.
Namun secara keseluruhan di Indonesia masih menerima keberadaan lansia dengan
penuh pengertian. Pada 2006 terungkap data sekitar 1,5 juta jiwa dari 16,5 juta
lansia di Indonesia termasuk kategori terlantar. Didefinisikan sebagai lansia
terlantar bilamana lanjut usia dengan usia di atas 60 tahun tidak memiliki
sumber penghasilan, tidak punya tempat tinggal dan atau tinggal bersama
keluarga miskin (Susanto, 2007). Sedangkan data terkini di Indonesia
menunjukkan jumlah lansia terlantar dan berisiko tinggi adalah 3.274.100 dan
5.102.800 orang. Lanjut usia yang menjadi gelandangan dan pengemis adalah 9.259
orang dan yang mengalami tindak kekerasan 10.511 orang.
Hindari Depresi
Untuk mencapai kebahagiaan pada masa lanjut usia tentu tidak datang begitu saja.
Perlu persiapan optimal hingga puluhan tahun sebelum seseorang tiba pada usia
60 tahun. Bahagia merupakan keadaan atau perasaan senang, tenteram atau bebas
dari segala yang menyusahkan. Bahagia juga berarti beruntung. Sedangkan
sejahtera mengandung makna aman sentosa, makmur, dan selamat. Sentosa berarti
bebas dari segala kesukaran dan bencana. Sementara itu, sehat merupakan keadaan
kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang optimal dan bukan hanya bila tak
ada penyakit dan kecacatan. Menjelang tiba masa pensiun atau lanjut usia,
sebagian individu justru rmengalami post-power syndrome karena membayangkan
kelak kehidupan keseharian tanpa aktivitas alias menganggur. Sebagian lagi
beranggapan masa pensiun sebagai masa istirahat cukup di rumah bersama dengan
anak cucu. Kesibukan interaksi sosial pertemanan untuk mengisi kehidupan
keseharian justru bukan menjadi pilihan. Menurut sebuah penelitian, pada
umumnya individu lanjut usia menyatakan pendapat bahwa bisa bercengkerama
dengan cucu-cucu (generasi ketiga dari sang kakek/nenek) setiap hari merupakan
kebahagiaan tersendiri. Namun bisa aktif secara sosial dan punya banyak
sahabat, selain masih mempunyai pasangan hidup, dianggap paling membahagiakan.
(11).